Senin, 04 Februari 2013

Kompleks Kedhaton


Kori Sri Manganti menjadi pintu untuk memasuki kompleks Kedhaton dari utara. Pintu gerbang yang dibangun oleh Susuhunan Pakubuwono IV pada 1792 ini disebut juga dengan Kori Ageng. Bangunan ini memiliki kaitan erat dengan Pangung Sangga Buwana secara filosofis. Pintu yang memiliki gaya Semar Tinandu ini digunakan untuk menunggu tamu-tamu resmi kerajaan. Bagian kanan dan kiri pintu ini memiliki cermin dan sebuah ragam hias diatas pintu. Halaman Kedhaton dialasi dengan pasir hitam dari pantai selatan dan ditumbuhi oleh berbagai pohon langka antara lain 76 batang pohon Sawo Kecik (Manilkara kauki; Famili Sapotaceae). Selain itu halaman ini juga dihiasi dengan patung-patung bergaya eropa. Kompleks ini memiliki bangunan utama diantaranya adalah Sasana Sewaka, nDalem Ageng Prabasuyasa, Sasana Handrawina, dan Panggung Sangga Buwana.
Sasana Sewaka aslinya merupakan bangunan peninggalan pendapa istana Kartasura. Tempat ini pernah mengalami sebuah kebakaran pada tahun 1985. Di bangunan ini pula Susuhunan bertahta dalam upacara-upacara kebesaran kerajaan seperti garebeg dan ulang tahun raja. Di sebelah barat Sasana ini terdapat Sasana Parasdya, sebuah peringgitan. Di sebelah barat Sasana Parasdya terdapat nDalem Ageng Prabasuyasa. Tempat ini merupakan bangunan inti dan terpenting dari seluruh Keraton Surakarta Hadiningrat. Di tempat inilah disemayamkan pusaka-pusaka dan juga tahta raja yang menjadi simbol kerajaan. Di lokasi ini pula seorang raja bersumpah ketika mulai bertahta sebelum upacara pemahkotaan dihadapan khalayak di Sitihinggil utara.
Bangunan berikutnya adalah Sasana Handrawina. Tempat ini digunakan sebagai tempat perjamuan makan resmi kerajaan. Kini bangunan ini biasa digunakan sebagi tempat seminar maupun gala dinner tamu asing yang datang ke kota Solo. Bangunan utama lainnya adalah Panggung Sangga Buwana. Menara ini digunakan sebagai tempat meditasi Susuhunan sekaligus untuk mengawasi benteng VOC/Hindia Belanda yang berada tidak jauh dari istana. Bangunan yang memiliki lima lantai ini juga digunakan untuk melihat posisi bulan untuk menentukan awal suatu bulan. Di puncak atap teratas terdapat ornamen yang melambangkan tahun dibangunnya menara tertua di kota Surakarta.
Sebelah barat kompleks Kedhaton merupakan tempat tertutup bagi masyarakat umum dan terlarang untuk dipublikasikan sehingga tidak banyak yang mengetahui kepastian sesungguhnya. Kawasan ini merupakan tempat tinggal resmi raja dan keluarga kerajaan yang masih digunakan hingga sekarang.


Susuhunan Pakubuwono X (membelakangi kamera) mengucapkan salam perpisahan kepada Sultan Hamengkubuwono VII di halaman Kedhaton, foto diambil ketika Sultan Hamengkubuwono berkunjung ke Solo beserta dengan Putra Mahkota dan Sri Paku Alam antara tahun 1910-30. Koleksi Tropenmuseum, Belanda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar